Selasa, 19 Juli 2016

Dikurangi (Ditinggalkan) Keluhannya.

Sudah hari kedua sejak lift mati. Hari pertama rasanya berat mengawali naik ke lantai 3 tanpa lift.
Pagi ini entah kenapa langkah terasa ringan saja.
Satpam dari lantai 1 menghampiri ke ruang kantor lantai 3, untuk mengabari ada tamu. Langkah pelan menuju lantai 1, sedang kurang enak badan.
Di lobby menunggu seorang kawan ko, kunci kos miliknya tertinggal entah dimana kabarnya. Sayangnya kunci kos tertinggal di kantor. Kembalilah aku ke lantai 3 via tangga, mengambil kunci, kemudin turun lagi ke lobby. Pelan saja, diringankan saja pikirku. Badan sedang ingin dimanja.
Selesai urusan memberikan kunci, aku kembali ke lantai 3. Barulah terasa berkeringan. Tapi tidak lelah.
Mungkin selama ini yang membuat berat adalah "mengeluh"nya. Yang membuat lelah, yang membuat tenaga habis duluan.
Ke depannya mungkin sebaiknya dikurangi atau ditinggalkan saja "keluhannya". Biar ringan, biar irit tenaga sampai tujuan.
Termasuk untuk urusan berjuang meraih hati wanita wanita tangguh itu :)

Kamis, 02 Juni 2016

Siklus Masa Berkembang

Sebagaimana kamu pernah mempelajari siklus hidup di biologi, maupun memperhatikan bunga yang melayu di atas meja kerjamu... seperti itu pula fase segala sesuatu, tidak akan menjanjikan indah selamanya, tapi bukan berarti juga berakhir tidak indah.
Sudah mencerna informasi bahwa taak hanya masa berkembang yang akan dilalui, maka... ketika datang masa mulai melayu, harus kuatkan lagi pupuk pupuk air serta lainnya, bukan malah meratapi melayunya kembang.
Cheer up!

Selasa, 17 Mei 2016

Bagian dari Mengampuni Diri Sendiri

Tanggal 16 Mei terulang setelah kurang lebih 365 hari terlewati. Satu tahun yang terasa cukup lama. Satu tahun yang terasa cukup berat. Tapi terlewati.

Bukan perkara mudah untuk melupakan, bukan perkara mudah untuk meredakan (memaafkan). Rasa-rasanya terlalu bohong bagiku bahwa selalu senyum yang aku tawarkan. Tapi terlewati.

Pada akhirnya menghadapi secara langsung yang kemudian menjadi racun sekaligus obat bagi si pesakitan. Dengan bantuan seorang kawan, justru pahit akhirnya aku hadapi, justru getir yang harus dirasai, sebelum hal itu menjadi penyembuh. Pelajaran terbaru; tak seharusnya aku selalu lari dari apa yang aku anggap menyakitkan. Karena sesungguhnya dibalik beberapa yang menyakitkan itu ada kesembuhan.

Di masa berakhirnya perjalanan setahun ini aku juga dihadapkan pada pengertian bahwa semua orang punya kemungkinan untuk menyakiti orang lain, baik disengaja maupun tidak, baik diingini maupun tidak, baik disadari maupun tidak. Sebuah keniscayaan bahwa bisa saja aku menyakiti orang lain, seperti yang terjadi di aku. Semenjak saat itu aku menyadari, ternyata aku tidak berhak menghakimi terlalu dalam atas yang terjadi. Karena meski sulit dipahami, potongan-potongan takdir lain juga ikut serta dalam apa yang terjadi di hidupku. Bukan hanya sekedar takdir dia dan dia. Jadi, aku juga tak berhak menimpakan semua kemarahan kepada keduanya.

Sedikit terselip pemahaman yang (mungkin) baik untuk diriku, bahwa tidak terlalu lama berdiri di depan pintu mungkin itu baik bagi aku. Dengan begitu tidak terhalang pujaan yang hendak bertamu. Walaupun kadangkala justru aku yang menutup pintu, dulu. Semoga tidak lagi.

Dengan setahun yang telah terlewati, pun aku tidak akan terlalu berbudi untuk mengucap doa baik bagi dia dan dia. Pun doa buruk, tidak akan lagi. Bukan kewenanganku. Hanya meminta diberikan kedamaian dan pemahaman yang lebih lagi. Untuk aku sendiri kehidupan baru, harapan baik yang baru, dan dijauhkan dari perihal menyakiti dan disakiti. 

Sebelum nantinya akan kembali bersua, meski tak ada niat bersapa, aku berharap saat itu aku akan berada dalam posisi sebaik-baiknya aku. Mengagumi lebih lagi sang Maha, menikmati hidup yang aku jalani, mensyukuri berkah yang aku miliki, mencintai jiwa-jiwa setia di hidupku, dan menjadi versi terbaik dari aku.



Solo, 17 Mei 2016.

Kamis, 28 April 2016

Habis Manis...Warung PKL (mungkin) Tergusur

Siang ini, datang sebuah pesan. Seorang petinggi meminta foto pedagang PKL yang berdagang di samping kanan kiri pintu masuk rumah sakit. Beliau sedang bersama petinggi Satpol PP, ngaten beliau berkabar.
Dari pesan tersebut pikiran saya mengarah pada penggusuran pedagang-pedagang tersebut, bila bukan penggusuran namanya bisalah disebut penertiban. Entah nanti dilarang beroperasi atau mungkin direlokasi.
Sejujurnya sedari awal berdinas di rumah sakit yang baru menginjak tahap "hampir beroperasi" ini, dari warung-warung merekalah teman-teman dan saya mendapat asupan makan pagi dan siang. Dekat, mudah, dan murah. Mendukung sekali keuangan kami yang ngepasi.
Tapi agak aneh rasanya, ketika gedung besar ini hampir siap, justru mereka tergusur karenanya. Ya memang sih, mereka secara legal mereka tidak memiliki ijin. Namun, menilik hati, kok sedikit tidak tega. Seperti siang ini ketika beberapa teman dan saya kembali menyambangi salah satu warung tenda untuk makan siang. Pikiran saya justru berkutat dengan rasa gelisah akan kelangsungan warung tersebut. Iya kalau si Ibu langsung bisa mendapatkan tempat baru, kalau belum? Sempat terpikir habis manis sepah dibuang.
Belum ada keputusan resmi mengenai kelangsungan warung-warung tersebut. Semoga saja ada pilihan baik bagi mereka.

Ah untungnya saya bukan masuk urusan per-hukum-an, akan sulit bagi saya untuk hal-hal seperti ini.

Rabu, 20 Januari 2016

Dengan Cara yang Baik

Aku suka banget cara Ibu memperlakukan anak didiknya; dengan sabar, dengan perhatian, dengan kata-kata yang halus, dengan cara yang halus. Berujung menjadi seorang yang dihormati dan disayangi, bukan ditakuti.

Yaa... walaupun gagal menjadi guru, paling ga nanti bisa diaplikasiin kalo punya anak sendiri. :))