Sabtu, 25 Oktober 2014

Iriana

Prang! Aku menutup telinga. Entah sudah barang ke berapa yang pecah. Selanjutnya yang dapat aku dengar dari sudut kamarku hanyalah teriakan bersahut-sahutan. Aku menebak-nebak suara siapa yang lebih tinggi. Mungkin mereka lebih cocok bergabung dengan masa di luar sana yang menuntut kenaikan upah buruh. Sejauh yang kuingat, pertengkaran ini adalah kali ketiga dalam minggu ini.  Jangan-jangan mereka lupa kalau aku juga punya hak atas pendengaranku di rumah ini. Aku menarik selimutku lagi, menenggelamkan tubuhku lebih dalam lagi. Seandainya aku punya kakak atau adik, mungkin akan lebih melegakan untuk melewati suasana seperti ini.

***

Aku memandang lekat-lekat wajahku di cermin, kaos tangan putih tergeletak di pangkuan.
"Nek... Apakah aku akan bahagia?" 
"Tentu saja, Sayang... Bukankah kamu berkali kali mengatakan telah yakin bahwa Daniel adalah orang yang selama ini kamu tunggu?" Nenek bangkit dari kursi putih di samping ranjangku.
"Iya Nek, hanya saja..."
Tangan Nenek menyentuh pundakku dengan lembut, "Anakku, menikah tentu saja membutuhkan komitmen di dalam menjalankannya, karena yang akan kamu temui bukan bahagia saja, terkadang kalian akan butuh untuk saling menguatkan. Kamu pernah bilang kan, kalau cinta Nenek dan cinta Daniel seperti plester untuk lukamu. Yang kamu perlu perhatikan saat ini adalah bahwa lukamu sudah tertutup plester warna warni yang indah, tidak perlu kamu mengingat ingat luka itu lagi. Apakah kamu ingin membuat kecewa orang-orang yang telah memberimu plester indah itu?"
Aku tersenyum memandangi bayangan Nenek di cermin.
"Dan satu pesan Nenek untukmu, Sayang. Sesulit apapun keadaan yang kalian hadapi nanti, kalian harus saling menguatkan, saling mengingatkan. Karena pada setiap pertengkaran yang terjadi, pada akhirnya bukan hanya kalian yang terluka, tapi juga anak-anak kalian. Mereka akan selamanya memiliki luka di hati mereka. Nenek yakin Daniel punya cinta yang begitu besar untukmu dan akan seterusnya melidungimu dari luka apapun di dunia ini. Berbahagialah, Nak."
Aku tersenyum, kemudian berbalik dan memeluk Nenek. 
"Tok tok tok." Terdengar suara ketukan dari pintu kamar yang sejurus kemudian terbuka. "Nona Iriana, sudah saatnya Anda bertemu dengan mempelai pria."

#SehariMenulisSatu #Day5 #Plester #Swaragamafm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar